MATACYBER.COM | Cilegon,- Kegiatan usaha tambang galian C diduga ilegal masih banyak beroperasi di wilayah Kota Cilegon, namun tampaknya belum ada tindakan tegas dari penegak peraturan daerah maupun aparat hukum.
Ketua Mada II PPPKRI Sat-Bela Negara Kota Cilegon H.Suwarni, menyoroti fenomena ini dan mengungkapkan bahwa pengusaha tambang galian C tersebut terus berjalan tanpa hambatan dari para pihak berwenang.
Menurut Suwarni, hampir semua pengusaha tambang galian C ilegal di Cilegon beroperasi tanpa takut terkena tindakan dari aparat hukum atau penegak peraturan daerah seperti Satpol PP. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak buruk terhadap lingkungan dan keselamatan warga setempat.
Banyak pihak yang mendesak agar kegiatan tambang ilegal ini dihentikan, mengingat selain merusak alam, tambang-tambang ini juga tidak memiliki izin resmi. Namun, para pengusaha tambang tampaknya tidak terpengaruh oleh desakan tersebut dan tetap melanjutkan aktivitas mereka.
"Sudah banyak tambang galian C yang hanya mengejar keuntungan tanpa memikirkan dampak lingkungannya. Mereka tidak melakukan pengurugan atau reklamasi, sehingga meninggalkan bekas galian yang membahayakan dan sering memakan korban," jelas Suwarni. Kamis, 16/5/2024.
Menurut Pasal 96 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, para pengelola tambang memiliki lima kewajiban, termasuk pengelolaan dan pemantauan lingkungan, serta reklamasi dan pemulihan pasca tambang. Sayangnya, kewajiban ini sering diabaikan oleh para pengusaha tambang ilegal.
Suwarni mendesak penegak peraturan daerah di Cilegon untuk menindak tegas tambang galian C ilegal yang masih beroperasi.
"Meskipun izin tambang diberikan oleh pihak provinsi, pengawasan tetap harus dilakukan oleh pemerintah kota. Satpol PP Cilegon tidak boleh diam saja," tegasnya.
Berdasarkan Pasal 158 UU No 4 Tahun 2009, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dikenakan hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar. Selain itu, pengelola juga diwajibkan memiliki izin khusus untuk penjualan dan pengangkutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 161 UU yang sama.
Suwarni menambahkan bahwa pihaknya akan segera melaporkan kasus ini kepada Polda Banten dan Inspektur Tambang di Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
"Kami juga akan mengajukan laporan dan pengaduan kepada Polda Banten, Inspektur Tambang, serta Dinas ESDM Provinsi Banten agar pengusaha nakal dapat ditindak sesuai hukum yang berlaku," pungkasnya.
(*/Red)