Notification

×

Kode Iklan Disini

Kode Iklan Disini

Korban Pemerkosaan Dikeluarkan dari Sekolah, Brigade PII Banten Desak Pemkot Serang dan Pihak SMK Tinjau Kebijakan

Kamis, 25 Juli 2024 | 14.33 WIB Last Updated 2024-07-25T07:33:55Z

MATACYBER.COM | SERANG - Pjs. Komandan Brigade Pelajar Islam Indonesia (PII) Banten, Hery Yuanda, mendesak Pemerintah Kota Serang untuk mengkaji ulang kebijakan salah satu sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kota Serang yang mengeluarkan seorang siswi yang hamil akibat pemerkosaan. 

Hal itu disampaikan oleh Hery kepada wartawan saat diwawancarai pada Kamis (25/7/2024). 

Menurut Hery, kebijakan tersebut sangat tidak adil karena korban diperkosa dan pelakunya hingga kini pun belum teridentifikasi dan belum tertangkap. 

Berdasarkan penjelasan orang tua korban,  peristiwa tersebut terjadi pada sekitar bulan Februari 2024. 

Diketahui pada saat pulang sekolah sekitar pukul 15.30 WIB di Jl. Raya Petir - Serang, tidak jauh dari sekolah korban, korban diberhentikan oleh sejumlah pemuda berseragam sekolah yang meminta tolong. 

Salah satu pemuda kemudian menepuk tangan korban hingga tidak sadarkan diri, dan membawanya ke arah hutan. Akibat insiden tersebut, korban hamil, dan pihak sekolah mendesak korban untuk mengundurkan diri setelah kehamilan tersebut diketahui.

Hery Yuanda menyatakan bahwa korban seharusnya tidak dihukum seperti itu oleh pihak sekolah karena statusnya sebagai korban pemerkosaan, bukan karena kenakalan sendiri.

"Kalau seperti ini, sama saja pihak sekolah merenggut hak pendidikan korban, merenggut masa depannya, sama seperti pelaku pemerkosaan yang telah merenggut masa depan korban," tegas Hery selaku Pjs. Komandan Brigade PII Banten, pada Kamis (25/7/2024). 

Hery mempertanyakan apakah ada aturan yang melarang siswi hamil untuk bersekolah, baik dari sekolah itu sendiri maupun dari pemerintah. la menegaskan bahwa anak yang hamil, terutama karena pemerkosaan, tetap memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan karena pendidikan juga merupakan bagian dari hak asasi manusia.

"Pendidikan adalah hak asasi manusia, semua orang berhak mendapatkan itu, siapapun," kata Hery menegaskan kembali. 

Lebih lanjut, Hery Yuanda menekankan bahwa jika siswi tersebut harus dikeluarkan, sekolah seharusnya menyediakan alternatif lain agar siswi tetap dapat melanjutkan pendidikannya. 

"Kita tidak boleh mematikan masa depan anak. Kalau memang tidak memungkinkan karena hamil untuk dia bersekolah, dia harus diberi pilihan, dibantu untuk diberikan solusi, dan jalan keluar lain," ujarnya.

Hery menambahkan bahwa siswi yang sudah melahirkan tetap bisa melanjutkan sekolah sesuai pilihannya, baik di SMA, SMK, MA, Paket C, maupun sekolah sebelumnya. 

"Secara prinsip, anak sepanjang usianya usia sekolah maka dia punya hak untuk sekolah. Mau melanjutkan di sekolah sebelumnya juga bisa. Kan ini bisa jadi bahan pertimbangan pihak sekolah, bisa saja korban diberikan cuti terlebih dahulu sampai melahirkan lalu setelah itu melanjutkan pendidikan nya lagi," jelasnya.

Selain itu, Hery mendesak polisi untuk bertindak tegas dalam mencari dan menangkap pelaku pemerkosaan yang diduga juga merupakan seorang pelajar. 

"Polisi harus segera mencari dan menangkap pelaku pemerkosaan. Pelaku harus diberikan hukuman seberat-beratnya," ujarnya.

Hery juga menuntut pihak sekolah bertanggung jawab atas rusaknya masa depan korban dan membantu memberikan solusi kepada korban.

"Sekolah juga harus bertanggung jawab atas tindakan mereka yang telah merusak masa depan korban dan mendesak korban untuk mengundurkan diri. Mereka harus membantu korban menemukan solusi untuk melanjutkan pendidikan. Apalagi kata orang tua korban dan teman korban, saat ini kondisi psikologi korban bermasalah, jelas itu, karena begitu berat cobaan yang korban terima, dan pihak sekolah setidaknya jangan menambah masalah, jangan bikin korban tambah tertekan, bantu korban agar psikisnya kembali normal, berikan dia penanganan khusus, jangan diam saja," pungkasnya.

(*/Red)

Tidak ada komentar:

               
         
close