BANYUWANGI, - J.P.K.P Banyuwangi jaringan pengawas kebijakan pemerintah, Maskur, LPLH-TN Banyuwangi lembaga peduli lingkungan hidup Tapalkuda Nusantara, Rofiq Azmi, BCW Banyuwangi corruption wacth, masruri bersama salah satu warga menguraikan Riwayat asal usul lahan yang di buat parkir PDSM dan APJM Genteng sampai saat masih menjadi sengketa sampai sejauh ini masih belum jelas ujung pangkalnya.
Tepatnya lokasinya adalah di lahan barat GNI atau timur sungai setail selatan jalan raya, JL jember, desa genteng kulon kecamatan genteng kabupaten Banyuwangi Jawa Timur, (27/8/2023).
"Menurut keterangan salah satu warga sekitar pak J, sepengetahuan saya lahan itu lahan Pengairan, dulu nya tempat itu jurang sungai dan dibuat pembuangan sampah, pada akhirnya dimanfaatkan oleh masyarakat genteng, diurug bertahap dan digunakan menjadi (pasar sepeda) PDSM genteng," Ungkapnya.
Seiring berjalanya waktu tempat itu semakin tambah tahun, semakin tambah ramai sebagai tempat UMKM, kemudian lahan itu tiba tiba ada yang mengakui bahwasanya lahan itu adalah lahan miliknya, setelah orangnya tua dan meninggal, Berganti tahun lagi ada orang lain lagi yang mengakui bahwasanya lahan itu juga adalah lahan miliknya, setelah tua dan meninggal, dan sudah berganti ganti orang yang mengakui bahwasanya lahan itu adalah lahan miliknya, dan seterusnya Gak," jelas.
Dan ketika lahan sudah rata ada yang mengklaim bahwasanya lahan itu adalah lahan miliknya, dari hasil beli dan sudah Sertifikat, mereka sudah memiliki surat hak kepemilikan, Dan sampai minta tolong ke pengacara mengirim surat somasi,
diminta warga yang mempergunakan tempat itu diminta mengosongkan tempat tersebut.
Dan tidak luput permasalahan ini mengundang pendapat dari aktifis anti korupsi Banyuwangi dari BCW yang disampaikan oleh ketuanya Masruri" perlu kami pertanyakan apakah itu benar tanah pengairan.
Kalau dilihat dari Riwayat dan asal-usul lahan tersebut, yang dahulunya jurang sungai dan menjadi pembuangan sampah, dan setelah itu Oleh masyarakat Genteng dimanfaatkan menjadi pasar kendaraan bermotor, dan saat ini di klaim lahan tersebut. Adalah lahan miliknya dan sudah ber sertifikat ???.
"Rasa rasanya ada yang janggal, dan ada yang perlu diluruskan, Disisi lain, lahan tersebut sudah sejak lama sudah terpasang papan nama yang bertuliskan lahan tersebut adalah "lahan pengairan", dan baru baru ini muncul pengakuan lahan itu sudah ber sertifikat dan menjadi miliknya, Pertanyaannya? Apakah tanah pengairan bisa diurus sertifikat atau menjadi hak milik", tanya masruri heran.
Disela perdebatan, rofiq menegaskan jika itu benar tanah adalah miliknya dan sudah ber sertifikat, jadi Siapa yang menjualnya? Bisakah lahan pengairan diperjualbelikan dan di sertifikat kan?,
Kuasa pengguna barang kenapa diam?
KPK komisi pemberantasan korupsi wajib tahu tentang hal ini?!!! Tegas rofiq.
ketentuan Pasal 1 angka (11) UU SDA jo. Pasal 1 angka (7) Permen PUPR 28/2015 juga mengatur mengenai definisi dari wilayah sungai sebagai berikut:
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) km2.
Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air, dan termasuk di dalamnya tanah bantaran sungai.
Karena merupakan wilayah pengelolaan sumber daya air, menurut kami, larangan atas kepemilikan tanah bantaran sungai oleh perseorangan secara implisit terkandung dalam ketentuan Pasal 7 UU SDA sebagai berikut:
Sumber Daya Air tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha.
Sebagaimana ketentuan Pasal 5 UU SDA sebagai berikut:
Sumber Daya Air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Larangan kepemilikan atas tanah bantaran sungai oleh perseorangan memiliki tujuan sebagai bentuk perlindungan negara bagi kelestarian sungai dan agar pemanfaatannya semata-mata untuk kemakmuran masyarakat. (Rls/Red)